Ya Allah..
Aku berharap genosida di Palestina dan Sudan saat ini adalah genosida yang terakhir terjadi di dunia ini. Aku kira inkuisisi gereja katolik terhadap umat Islam di Spanyol, pembantaian para pengungsi Palestina di kamp-kamp pengungsi Sabra dan Shatila (1982), pembantaian Muslim di Bosnia yang dikenal dengan pembantaian Srebrenica (1995), pembantaian Muslim di Suriah oleh pemerintah Bashar al-Assad, pembantaian etnis minoritas Muslim Rohingya oleh pemerintah Myanmar, dan pembataian kaum Muslimin yang ada di belahan dunia manapun adalah kejadian yang tak akan pernah terulang kembali hari ini. Maafkan aku apabila aku tidak menuliskan semua peristiwanya, sesak dadaku mengingat kembali kenyataan pahit penderitaan kaum Muslimin yang tercatat dalam sejarah umat dunia.
Ya Allah..
Aku salah, ya ternyata aku salah. Mimpi buruk ini belum berakhir. Pembantaian secara keji terhadap kaum Muslimin terus berlangsung hingga detik ini. Tidak ada satupun hukum internasional yang mampu menjerat serta mengadili para pelaku genosida di mahkamah pengadilan tertinggi internasional sekelas ICJ maupun ICC. Bahkan sekelas PBB saja yang katanya punya 'pasukan perdamaian dunia' malah menjadi pendukung utama pembantaian kaum Muslimin serta menjadi alat untuk menormalisasi perbuatan keji para pelaku genosida. Mohon maaf aku harus menyebut PBB hanyalah majelis omong kosong yang membuat warga dunia ragu tentang efektivitas PBB dalam menjaga perdamaian dunia. Bahkan sampai hari ini PBB gagal memerdekakan negara Palestina yang telah dijajah selama 77 tahun oleh penjajah zionis Israel. Aku heran, kok masih ada zaman sekarang negara yang dijajah? Bukankah Indonesia saja sudah lama mengusir penjajah Belanda dan mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Masa sih negara Palestina belum merdeka hari ini? Ah lelah rasanya! Cukup tahu saja bahwa PBB hanyalah kepanjangan tangan atau antek AS dan sekutunya dalam pembantaian kaum Muslimin di muka bumi ini. Ya begitulah, korban dan pelakunya selalu sama. Dia lagi, dia lagi. Hanya saja mereka berganti-ganti pakaian saja, namun ketika melepas pakaiannya mereka adalah satu tubuh yang sama, musuh kita yang sama. Ya, musuh kita adalah hegemoni barat yang bernama jaringan zionisme internasional. Mereka terus berambisi menguasai dunia dengan pola yang sama, yaitu membantai kaum Muslimin dan merampok sumber daya alam. Setelah mereka curi kekayaan alam negara mayoritas umat Islam, mereka gunakan lagi penghasilannya untuk membasmi kaum Muslimin yang mereka rasa mengganggu rasa aman mereka dalam melakukan kejahatan. Siklus ini terus berulang dan belum berhenti sampai detik ini aku menulis.
Ya Allah..
Sampai kapan ini akan berakhir? Aku kira semua genosida dalam sejarah dunia yang aku baca akan berakhir dalam catatan tinta sejarah ketika aku dewasa. Ternyata aku salah. Di usiaku yang sudah masuk 30an lebih, masih saja ada pembiaran genosida dan pembersihan etnik di muka bumi ini. Aku hampir mati rasa menyaksikannya dari jauh, apalagi mereka yang mengalaminya, dibantai secara keji oleh musuh-musuhMu ya Allah? Bagaimana bisa aku tenang menjalani kehidupan ini? Bagaimana bisa aku hidup normal? Kalau setiap hari yang aku lihat beritanya sama, polanya sama, dan korbannya sama. Yaitu, umat Islam! Apakah aku harus berpura-pura tidak tahu dan menjauhkan diriku dari semua akses pemberitaan genosida di media sosial? Rasanya aku ingin berteriak! Semua peristiwa genosida ini menyesakkan dadaku!
Ya Allah..
Bolehkah aku berkata bahwa aku tidak sanggup menjalani kehidupan seperti ini? Bagaimana tidak ya Allah? Teringat masa kecilku, aku masih bisa mengontrol informasi yang masuk ke dalam diriku setiap membaca berita di koran, membaca buku-buku sejarah, mendengar radio dan menonton TV untuk mendapatkan informasi berita nasional maupun internasional. Namun sekarang? Seiring perkembangan zaman, informasi menjadi lebih mudah diakses secara real-time karena kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, sangat mudah aku mendapat berita terkini dari instagram, tiktok, youtube dan platform media sosial lainnya. Sehingga sudah tidak terbendung lagi apa yang aku konsumsi setiap hari adalah tayangan live-streaming genosida lewat handphone. Tak pernah terbayangkan sebelumnya, aku menonton secara langsung kesaksian tawanan Palestina di penjara Israel yang diperkosa dengan tongkat dan anjing, aku melihat mayat warga Gaza yang sudah hancur rata dengan tanah akibat dilindas tank-tank merkava IDF, aku menonton anak-anak tidak berdosa diselamatkan dalam kondisi sudah tidak benyawa dari reruntuhan bangunan akibat serangan udara zionis Israel, aku menonton seorang anak kehilangan kakinya sekaligus kehilangan kedua orangtuanya, aku menonton operasi amputasi di Gaza tanpa anastesi, aku menyaksikan seorang anak di Gaza yang dibunuh oleh IDF serta kehilangan kepalanya, baru pertama kali dalam hidupku melihat seorang janin yang masih dalam perut ibunya meninggal dunia (bahkan belum sempat lahir ke dunia) bersama ibunya yang mengandungnya akibat bom zionis Israel, aku terpaksa melihat para pengungsi di tenda-tenda pengungsian Gaza dibakar hidup-hidup oleh IDF, ada juga seorang dokter spesialis anak ditangkap IDF tanpa melakukan satu tindak pidana kriminal apapun, dan penderitaan lainnya yang aku sendiri tidak sanggup menuliskannya. Ya, itu semua aku saksikan dalam genggaman tanganku. Handphone di tanganku menjadi alat komunikasi yang aku gunakan untuk menyaksikan kebiadaban ideologi zionisme setiap hari. Aku muak! Setiap kali aku melihat pembataian yang dilakukan IDF kepada warga Gaza dan Tepi Barat rasanya mau muntah, sakit kepala, bahkan setiap kali menelan makanan terasa hambar, sampai-sampai energiku benar-benar terkuras atas ketidakberdayaan ini. Pembantaian demi pembantaian ini membuatku lelah, lelahku bukan karena aku sudah banyak berbuat dalam rangka menolong mereka tetapi aku lelah melihat kedzoliman yang terjadi sementara aku hanya di rumah dan tidak bisa berbuat apa-apa. Aku bukan presiden, aku hanya rakyat biasa, tidak banyak yang bisa aku lakukan selain me-repost berita genosida berupa video maupun gambar di media sosial.
Ya Allah..
Dadaku semakin sesak, ketika melihat sesama Muslim di Indonesia masih sibuk mempertanyakan kenapa orang di Sudan dan di Palestina harus dibela? Toh, negara kita masih susah! Bahkan sebagian dari mereka dengan bangga enggan melakukan pemboikotan terhadap produk-produk yang terafiliasi zionis Israel, mereka dengan santainya ketika haus minum kopi Starbucks dan ketika lapar makan burger McDonald's. Kesedihanku bertambah-tambah ketika melihat Muslim di Indonesia yang konon sibuk beribadah memper-shalih pribadi mereka tetapi melupakan perkara Muslim yang dibantai nun jauh disana dengan alasan itu adalah konflik negara masing-masing. Padahal semua masalah di dunia tidak mungkin tidak saling berkaitan. Entahlah mereka punya pemahaman Islam dari mana sampai ada Muslim Indonesia yang merasa bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak saling terhubung dan tidak saling memengaruhi. Aku rasa, aku tidak perlu membuktikannya lagi bahwa banyak masalah besar seperti perubahan iklim, kemiskinan, migrasi, dan konflik apapun berdampak menjadi isu yang saling berkaitan. Tidak hanya di Indonesia, dunia pada umumnya hanya diam membisu menyaksikan pembantaian kaum Muslimin di berbagai negara saat ini. Apalagi saat ini umat Islam harus menelan fakta yang amat pahit bahwa Uni Emirat Arab (UEA) mengirim senjata dan mendanai pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) demi emas Sudan dan membantai kaum Muslimin di Sudan. Ah aku kesal! Belum ada satupun langkah strategis yang dapat membasmi zionisme internasional di muka bumi. Apakah semua kedzoliman itu tidak cukup membuat kita membuka mata, tersentuh nuraninya, bersuara, sadar, dan lantas peduli?
Ya Allah..
Aku hanyalah manusia biasa yang tidak berdaya. Maafkan aku yang tidak mampu menghentikan kedzoliman di muka bumi ini. Tetapi, bolehkah aku meminta agar genosida di Gaza adalah genosida terakhir yang terjadi di muka bumi ini?😭
Jakarta, 21 November 2025
Fatmah Ayudhia Amani