Thursday, 22 July 2021

In Memoriam, Papa (22 September 1965 - 23 Maret 2021)



Papa lahir di Ternate, 22 September 1965 dan menikah dengan mama pada tanggal 22 Agustus 1993. Papa diberikan amanah dua anak perempuan. Alhamdulillah ketika Papa meninggal dunia, Papa sudah menyelesaikan tugasnya di dunia yaitu menyekolahkan anak-anaknya dan menjadi wali nikah aku dan Inas.


Di akhir hayatnya Papa selalu tidur malam, Papa punya kebiasaan tidur agak larut malam untuk mencoba menghafal Al Qur'an dan tilawah sebanyak-banyaknya. Aku tidak pernah berfikir apa-apa dengan kebiasaannya karena aku fikir itu hal yang biasa Papa lakukan. Ternyata itulah mujahadah terakhir Papa untuk selalu berinteraksi dengan Al Qur'an.


Begitu singkat kebersamaan kami di dunia bersamanya. Semuanya tinggal kenangan. Kenanganku bersama Papa selalu melayang ke masa lalu saat kami safar ke Vietnam tahun 2011. It was our last trip bersama Eyang Kung. Kami bertiga jalan-jalan ke Vietnam. Setiap kali ziyarah ke makam Papa dan Eyang Kung, aku tak pernah menyangka kuburan mereka ditumpuk bersama. Itulah yang membuatku semakin yakin dengan ayat terakhir Surat Luqman,

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ

"Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati."

Ya memang tidak penting memikirkan mati dimana, fokus saja mempersiapkan mati.


Manusia yang lemah selalu egois dan berfikir, bagaimana kalau mereka masih ada? Bagaimana kalau mereka melihat anak-anak dan cucu-cucu kami tumbuh? Manusia itu serba tidak tahu dan akalnya terbatas, sedangkan Allah maha tahu yang terbaik bagi hambaNya. Hingga belakangan ini aku sangat suka sebuah kata bijak dari Umar bin Khattab;

"Aku tidak peduli atas keadaan susah dan senangku, karena aku tidak tahu manakah di antara keduanya itu yang lebih baik bagiku".


Eyang Kung dan Papa sangat cinta sejarah dan suka difoto. Setiap berkunjung ke tempat baru, mereka sangat suka ke museum dan tempat-tempat bersejarah hingga aku habiskan masa kecil dan remaja bersama mereka dicekokin sejarah. Eyang Kung ambil S2 di US, membuatnya sangat suka apapun yang berhubungan dengan US termasuk Vietnam War sehingga mengajakku dan Papa jalan-jalan kesana mempelajari sejarahnya. Perjalanan kami bertiga tersebut memang sangat mengesankan bagiku, seolah-olah Allah mengajarkan langsung tentang siapa diriku melalui Eyang Kung dan Papa. Aku lebih mengerti lagi mengapa aku ditakdirkan menjadi anak Papa dan cucu Eyang Kung. Saat ini aku dapat mengambil kesimpulan dari kehidupanku yang dibesarkan serta dididik oleh mereka dengan Surat Al Ahqaf ayat 15,

رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَٰلِحًا تَرْضَىٰهُ وَأَصْلِحْ لِى فِى ذُرِّيَّتِىٓ ۖ إِنِّى تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ

"Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri".


Kenangan terakhirku bersama Papa adalah saat Papa memintaku photo bersama dengannya di gedung tempat aku di wisuda 4 Maret 2021. Papa meninggal karena Covid-19. Awal mulanya Papa merasakan gejala demam dan saturasi di bawah 95% hingga Papa dirawat di rumah sakit Al Fauzan dan terakhir dipindahkan ke RSPI Sulianto Saroso. Setiap mendapatkan kabar tentang perkembangan Papa di ICU, aku selalu menarik nafas sedalam-dalamnya dan berdiri karena kalau berbaring aku akan sesak nafas. Aku tidak pernah mengalami kondisi yang berat melainkan menanti kabarnya hanya lewat telefon ICU saja dan tidak bisa membersamainya di akhir hayatnya. Alhamdulillah guruku, Ustadzah Maemunah menenangkanku dengan nasihatnya tentang Tafsir Surat Al Insyirah. Inti nasihat beliau adalah jangan fokus terhadap kesulitannya, bersyukurlah dengan kemudahan yang sangat banyak telah Allah berikan. Memang benar, sangat sedikit pengamalan kita terhadap Al Qur'an dibandingkan para Sahabat.  Inilah saatnya mengamalkan Al Qur'an melalui Surat Al Insyirah bahwa tak sebanding ujian kita dengan Sumayyah dan Bilal saat disiksa karena bertauhid kepada Allah. Aku sangat tertampar. Alhamdulillah nasihatnya adalah hiburanku saat merasakan tidak enak tidur malam memikirkan Papa di ICU.


Ustadz Saiful Bahri mengingatkan kami tentang Surat Al Baqarah ayat 155-157👇

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِين

Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,

الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُون

(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un" (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).

أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.


Ustadz Saiful Bahri mengatakan bahwa setiap ujian harus mengantarkan kita kepada إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ maka itulah ciri-ciri orang yang beriman. Dan beliau mengatakan bahwa Allah tidak pernah ngasih ujian itu lama, selalu cepat. Misalnya, kita dikasih nikmat sehat 50 tahun tetapi 3 hari diuji dengan sakit saja sudah banyak mengeluhnya. Harusnya bersyukur.


Mas Yasir juga sempat menghiburku dengan kisah Nabi Ayyub bahwa ujiannya sakit tapi selalu fokus untuk bersyukur.


Gambar tersebut adalah voice note terakhir yang Papa kirimkan kepadaku sebelum masuk ICU. Interaksi terakhir kami saat dokter di ICU membantu memegang HP Papa dan video call dengan kami, saat itu sudah intubasi sehingga pernafasannya dibantu dengan ventilator. Papa sempat kirim voice note terakhir sebelum masuk ICU dengan nafas yang terengah-engah because his saturation was less than 95%. Isinya nasihat yang cukup berat untukku. Tapi aku harus bisa mewujudkannya. Semoga Allah mudahkan aku untuk merealisasikannya. Aku balas voice note Papa dengan voice note anakku agar Papa semangat untuk sembuh dan kembali pulang ke rumah karena itu pesan Mama. Mama memintaku setiap hari untuk WhatsApp Papa selama Papa dirawat di rumah sakit.

 

Setelah kepergiannya, aku mencoba untuk membereskan barang-barangnya di ICU yang sudah didekontaminasi melalui disinfeksi dan sterilisasi karena Papa sudah berhari-hari di rumah sakit. Aku hanya ingin melihat barang pribadinya, karena sudah pasti pakaian dan tasnya langsung dicuci. Alhamdulillah aku menemukan barang yang paling berharga miliknya yaitu Al Qur'an dan Al Ma'tsurat.

 



Gambar tersebut Al Qur'an per 5 juz dan Al Ma'tsurat yang Papa bawa ke rumah sakit yang sedang dijemur setelah disterilisasi).

 

Aku juga melihat kondisi terakhir HP Papa dan aku langsung teringat peristiwa ketika Papa memintaku untuk membetulkan HP nya yang pernah rusak, "Fat, tolong benerin hp papa karena error Surat Al Alaq nya suka nyala sendiri”, kata Papa. Aku langsung mengambil HP Papa dan berusaha mencari solusi agar murottal di HP nya bisa mati. Di dalam hatiku aku khawatir apabila tidak bisa memenuhi perintahnya karena sejujurnya aku tidak bisa ngebetulin HP Papa yang error tapi aku tetap pegang HP Papa dihadapannya sambil mencoba untuk cari solusi. Tapi disitulah hikmahnya aku jadi tahu ternyata di MP3 HP Papa, Papa sangat suka mendengar murottal Qori Abu Usamah. Ya begitulah Papaku, sosok yang sangat tegas. Tidak ada kata "menunda" untuk menjawab perintahnya. Aku harus katakan "iya" walau sesulit apapun perintahnya. Aku yakin Syifa Khairina dan kak Farisa Wirawan sangat mengenal sosok Papa. Mereka adalah sepupuku yang pernah tinggal di Perdatam karena sekolah di Madina Islamic School dan SMAN 8 lebih dekat dari rumahku, kebetulan Syifa tinggal di Depok dan orangtua kak Ica pada saat itu tinggal di Makassar.

  

Last but not least, Papa tidak pernah bercerita tentang baktinya kepada ummat sampai berani terjun ke masyarakat karena tugasnya sebagai LMK Pengadegan hingga Covid-19 menguji kami sekeluarga. Belakangan banyak warga yang mengenang Papa. Namun, aku tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya Papa lakukan. Aku hanya meyakini kelak di akhirat Allah akan tampakkan semua hal yang pernah disembunyikan setiap manusia di dunia. Wallahu'alam.


Setelah Papa meninggal dunia. Aku mencoba merenungi tentang perasaan yang Allah ciptakan. Hidup kita kadang bahagia, ada kalanya juga sedih. Menurutku, kalau lagi ngerasa bahagia di dunia itu gaenak, apalagi kalau udah sampai ke puncak kebahagiaan pasti ada aja perasaan khawatir, cemas, dan bahkan rasa takut sering kali muncul. Kenapa? Mungkin karena kita menyadari bahwa bahagia di dunia itu sementara. Begitu juga kalau kita ngerasa sedih, udah pasti gaenak. Apalagi kalau kita menolak beriman kepada qada dan qadar, pasti hidup kita hampa dan gak jelas. Itulah yang membuatku semakin yakin dengan firmanNya dalam Surat Al Hadid ayat 20;

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

"Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.


Aku membaca sebuah definisi Syurga di dalam kitab البيان في أركان الإيمان karya مجد مكي yang intinya bahwa ليست الجنة دار نعيم مادي فحسب، وإنما هي دار للنعيم الروحي أيضاً Syurga itu bukan hanya tempat tinggal secara materi, tapi rumah kebahagiaan secara spiritual karena disana kita gak akan merasakan kecewa sedikitpun dan kekal di dalamnya.  Semoga kita masuk Syurga bersama orang-orang yang kita cintai. Aamiin ya Rabb.

 

Setelah Papa meninggal dunia, aku dan Inas selang-seling menemani tidur malamnya Mama. Sejujurnya aku selalu menahan diri agar tidak menceritakan perasaanku yang sedih dihadapannya karena sudah pasti kehilangan pasangan hidup adalah hal yang sangat berat bagi siapapun yang ditinggalkan teman hidupnya. Salah satu hal yang menghibur mama adalah Insya Allah papa mati syahid.

 

وَمَنْ مَاتَ فِي الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ (رواه مسلم) 

“Siapa yang mati karena suatu wabah penyakit, juga syahid." (HR. Muslim)

 

Begitulah ungkapan isi hatinya di hari H Papa meninggalkan kami. Mama selalu mengatakan bahwa begitu banyak nikmat Allah yang membuat Mama bersyukur. Sejauh ini aku tidak pernah melihatnya mengeluh sedikitpun.

 

Hari demi hari aku jalani sambil memperhatikan Mama. Aku tidak tahu terbuat dari apa hatinya, Mama tidak pernah membiarkan dirinya terhanyut dalam kesedihan. Aku selalu takut Mama sedih sendirian, setiap kali aku melihatnya di dalam kamar Mama terus membaca Al Qur'an. Mama selalu bilang, seberat apapun kondisi kita, jangan lemahkan iman kita dengan menjauhkan diri dari Al Qur'an minimal tilawah.

 

Ya Allah, jadikanlah kami anak-anak yang mampu meneladani kebaikan-kebaikan orangtua kami.




I miss you, Pa.. 
Sanaltaqi fil Jannah Insya Allah..

No comments:

Post a Comment