Papa lahir di Ternate, 22 September 1965 dan menikah dengan mama pada tanggal 22 Agustus 1993. Papa diberikan amanah dua anak perempuan. Alhamdulillah ketika Papa meninggal dunia, Papa sudah menyelesaikan tugasnya di dunia yaitu menyekolahkan anak-anaknya dan menjadi wali nikah aku dan Inas.
Di akhir hayatnya Papa selalu tidur malam, Papa punya kebiasaan tidur agak larut malam untuk mencoba menghafal Al Qur'an dan tilawah sebanyak-banyaknya. Aku tidak pernah berfikir apa-apa dengan kebiasaannya karena aku fikir itu hal yang biasa Papa lakukan. Ternyata itulah mujahadah terakhir Papa untuk selalu berinteraksi dengan Al Qur'an.
Begitu singkat kebersamaan kami di dunia bersamanya. Semuanya tinggal kenangan. Kenanganku bersama Papa selalu melayang ke masa lalu saat kami safar ke Vietnam tahun 2011. It was our last trip bersama Eyang Kung. Kami bertiga jalan-jalan ke Vietnam. Setiap kali ziyarah ke makam Papa dan Eyang Kung, aku tak pernah menyangka kuburan mereka ditumpuk bersama. Itulah yang membuatku semakin yakin dengan ayat terakhir Surat Luqman,
وَمَا
تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ
"Dan tiada seorangpun
yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati."
Ya memang tidak penting memikirkan mati dimana, fokus saja mempersiapkan mati.
Manusia yang lemah selalu egois dan berfikir, bagaimana kalau mereka masih ada? Bagaimana kalau mereka melihat anak-anak dan cucu-cucu kami tumbuh? Manusia itu serba tidak tahu dan akalnya terbatas, sedangkan Allah maha tahu yang terbaik bagi hambaNya. Hingga belakangan ini aku sangat suka sebuah kata bijak dari Umar bin Khattab;
"Aku tidak peduli atas keadaan susah dan senangku, karena aku tidak tahu manakah di antara keduanya itu yang lebih baik bagiku".
Eyang Kung dan Papa sangat cinta sejarah dan suka difoto. Setiap berkunjung ke tempat baru, mereka sangat suka ke museum dan tempat-tempat bersejarah hingga aku habiskan masa kecil dan remaja bersama mereka dicekokin sejarah. Eyang Kung ambil S2 di US, membuatnya sangat suka apapun yang berhubungan dengan US termasuk Vietnam War sehingga mengajakku dan Papa jalan-jalan kesana mempelajari sejarahnya. Perjalanan kami bertiga tersebut memang sangat mengesankan bagiku, seolah-olah Allah mengajarkan langsung tentang siapa diriku melalui Eyang Kung dan Papa. Aku lebih mengerti lagi mengapa aku ditakdirkan menjadi anak Papa dan cucu Eyang Kung. Saat ini aku dapat mengambil kesimpulan dari kehidupanku yang dibesarkan serta dididik oleh mereka dengan Surat Al Ahqaf ayat 15,
رَبِّ
أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَىَّ
وَأَنْ أَعْمَلَ صَٰلِحًا تَرْضَىٰهُ وَأَصْلِحْ لِى فِى ذُرِّيَّتِىٓ ۖ إِنِّى تُبْتُ
إِلَيْكَ وَإِنِّى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ
"Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri".
Kenangan terakhirku bersama Papa
adalah saat Papa memintaku photo bersama dengannya di gedung tempat aku di
wisuda 4 Maret 2021. Papa meninggal karena Covid-19. Awal mulanya Papa merasakan gejala demam dan saturasi di bawah 95% hingga Papa dirawat di rumah
sakit Al Fauzan dan terakhir dipindahkan ke RSPI Sulianto Saroso. Setiap
mendapatkan kabar tentang perkembangan Papa di ICU, aku selalu menarik nafas
sedalam-dalamnya dan berdiri karena kalau berbaring aku akan sesak nafas. Aku
tidak pernah mengalami kondisi yang berat melainkan menanti kabarnya hanya
lewat telefon ICU saja dan tidak bisa membersamainya di akhir hayatnya.
Alhamdulillah guruku, Ustadzah Maemunah menenangkanku dengan nasihatnya tentang
Tafsir Surat Al Insyirah. Inti nasihat beliau adalah jangan fokus terhadap
kesulitannya, bersyukurlah dengan kemudahan yang sangat banyak telah Allah
berikan. Memang benar, sangat sedikit pengamalan kita terhadap Al Qur'an
dibandingkan para Sahabat. Inilah
saatnya mengamalkan Al Qur'an melalui Surat Al Insyirah bahwa tak sebanding ujian
kita dengan Sumayyah dan Bilal saat disiksa karena bertauhid kepada Allah. Aku
sangat tertampar. Alhamdulillah nasihatnya adalah hiburanku saat merasakan
tidak enak tidur malam memikirkan Papa di ICU.
Ustadz Saiful Bahri mengingatkan kami tentang Surat Al Baqarah ayat 155-157👇
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ
وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِين
Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah
kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ
قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُون
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
berkata "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un" (sesungguhnya kami
milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).
أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ
وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Ustadz Saiful Bahri mengatakan bahwa setiap ujian harus mengantarkan kita kepada إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ maka itulah ciri-ciri orang yang beriman. Dan beliau mengatakan bahwa Allah tidak pernah ngasih ujian itu lama, selalu cepat. Misalnya, kita dikasih nikmat sehat 50 tahun tetapi 3 hari diuji dengan sakit saja sudah banyak mengeluhnya. Harusnya bersyukur.
Mas Yasir juga sempat menghiburku
dengan kisah Nabi Ayyub bahwa ujiannya sakit tapi selalu fokus untuk bersyukur.
Gambar tersebut adalah voice note
terakhir yang Papa kirimkan kepadaku sebelum masuk ICU. Interaksi terakhir kami
saat dokter di ICU membantu memegang HP Papa dan video call dengan kami, saat
itu sudah intubasi sehingga pernafasannya dibantu dengan ventilator. Papa
sempat kirim voice note terakhir sebelum masuk ICU dengan nafas yang
terengah-engah because his saturation was less than 95%. Isinya nasihat yang
cukup berat untukku. Tapi aku harus bisa mewujudkannya. Semoga Allah mudahkan
aku untuk merealisasikannya. Aku balas voice note Papa dengan voice note anakku
agar Papa semangat untuk sembuh dan kembali pulang ke rumah karena itu pesan
Mama. Mama memintaku setiap hari untuk WhatsApp Papa selama Papa dirawat di
rumah sakit.
Setelah kepergiannya, aku mencoba
untuk membereskan barang-barangnya di ICU yang sudah didekontaminasi melalui
disinfeksi dan sterilisasi karena Papa sudah berhari-hari di rumah sakit. Aku
hanya ingin melihat barang pribadinya, karena sudah pasti pakaian dan tasnya
langsung dicuci. Alhamdulillah aku menemukan barang yang paling berharga
miliknya yaitu Al Qur'an dan Al Ma'tsurat.
Gambar tersebut Al Qur'an per 5
juz dan Al Ma'tsurat yang Papa bawa ke rumah sakit yang sedang dijemur setelah
disterilisasi).
Aku juga melihat kondisi terakhir
HP Papa dan aku langsung teringat peristiwa ketika Papa memintaku untuk
membetulkan HP nya yang pernah rusak, "Fat, tolong benerin hp papa karena
error Surat Al Alaq nya suka nyala sendiri”, kata Papa. Aku langsung mengambil
HP Papa dan berusaha mencari solusi agar murottal di HP nya bisa mati. Di dalam
hatiku aku khawatir apabila tidak bisa memenuhi perintahnya karena sejujurnya
aku tidak bisa ngebetulin HP Papa yang error tapi aku tetap pegang HP Papa
dihadapannya sambil mencoba untuk cari solusi. Tapi disitulah hikmahnya aku
jadi tahu ternyata di MP3 HP Papa, Papa sangat suka mendengar murottal Qori Abu
Usamah. Ya begitulah Papaku, sosok yang sangat tegas. Tidak ada kata
"menunda" untuk menjawab perintahnya. Aku harus katakan
"iya" walau sesulit apapun perintahnya. Aku yakin Syifa Khairina dan
kak Farisa Wirawan sangat mengenal sosok Papa. Mereka adalah sepupuku yang
pernah tinggal di Perdatam karena sekolah di Madina Islamic School dan SMAN 8
lebih dekat dari rumahku, kebetulan Syifa tinggal di Depok dan orangtua kak Ica
pada saat itu tinggal di Makassar.
Last but not least, Papa tidak
pernah bercerita tentang baktinya kepada ummat sampai berani terjun ke
masyarakat karena tugasnya sebagai LMK Pengadegan hingga Covid-19 menguji kami
sekeluarga. Belakangan banyak warga yang mengenang Papa. Namun, aku tidak
pernah tahu apa yang sesungguhnya Papa lakukan. Aku hanya meyakini kelak di
akhirat Allah akan tampakkan semua hal yang pernah disembunyikan setiap manusia
di dunia. Wallahu'alam.
Setelah Papa meninggal dunia. Aku
mencoba merenungi tentang perasaan yang Allah ciptakan. Hidup kita kadang
bahagia, ada kalanya juga sedih. Menurutku, kalau lagi ngerasa bahagia di dunia
itu gaenak, apalagi kalau udah sampai ke puncak kebahagiaan pasti ada aja
perasaan khawatir, cemas, dan bahkan rasa takut sering kali muncul. Kenapa?
Mungkin karena kita menyadari bahwa bahagia di dunia itu sementara. Begitu juga
kalau kita ngerasa sedih, udah pasti gaenak. Apalagi kalau kita menolak beriman
kepada qada dan qadar, pasti hidup kita hampa dan gak jelas. Itulah yang
membuatku semakin yakin dengan firmanNya dalam Surat Al Hadid ayat 20;
وَمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
"Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
Aku membaca sebuah definisi
Syurga di dalam kitab البيان في أركان الإيمان
karya مجد مكي yang intinya bahwa ليست الجنة دار نعيم مادي فحسب، وإنما هي دار للنعيم
الروحي أيضاً Syurga itu bukan hanya tempat tinggal secara materi, tapi rumah
kebahagiaan secara spiritual karena disana kita gak akan merasakan kecewa
sedikitpun dan kekal di dalamnya. Semoga
kita masuk Syurga bersama orang-orang yang kita cintai. Aamiin ya Rabb.
Setelah Papa meninggal dunia, aku
dan Inas selang-seling menemani tidur malamnya Mama. Sejujurnya aku selalu
menahan diri agar tidak menceritakan perasaanku yang sedih dihadapannya karena
sudah pasti kehilangan pasangan hidup adalah hal yang sangat berat bagi
siapapun yang ditinggalkan teman hidupnya. Salah satu hal yang menghibur mama
adalah Insya Allah papa mati syahid.
وَمَنْ مَاتَ فِي الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ (رواه مسلم)
“Siapa yang mati karena suatu
wabah penyakit, juga syahid." (HR. Muslim)
Begitulah ungkapan isi hatinya di
hari H Papa meninggalkan kami. Mama selalu mengatakan bahwa begitu banyak
nikmat Allah yang membuat Mama bersyukur. Sejauh ini aku tidak pernah
melihatnya mengeluh sedikitpun.
Hari demi hari aku jalani sambil
memperhatikan Mama. Aku tidak tahu terbuat dari apa hatinya, Mama tidak pernah
membiarkan dirinya terhanyut dalam kesedihan. Aku selalu takut Mama sedih
sendirian, setiap kali aku melihatnya di dalam kamar Mama terus membaca Al
Qur'an. Mama selalu bilang, seberat apapun kondisi kita, jangan lemahkan iman
kita dengan menjauhkan diri dari Al Qur'an minimal tilawah.
Ya Allah, jadikanlah kami
anak-anak yang mampu meneladani kebaikan-kebaikan orangtua kami.







No comments:
Post a Comment