Kondisi wabah pandemi global kali ini menuntut kita untuk selalu stay di rumah, kalau mau keluar rumah hanya keperluan mendadak saja yang tidak bisa ditunda. Nah belakangan, saya mencoba untuk tetap mendengar kajian-kajian secara online dari orang-orang hebat yang banyak disebar informasinya lewat Instagram, WhatsApp group, dan lain sebagainya.
Alhamdulillah ada teman saya dari LIPIA yang mengajak saya untuk mengikuti kajian kepenulisan. Saya dari dulu pengen bisa nulis buku. Tapi suka bingung nulis apa ya. Saya bukan seorang penulis, tapi sangat suka membaca karya para penulis yang pandai merangkai kata demi kata di dalam karya-karya mereka. Dan apalagi kalau dengar kisah kisah para Ulama atau bahkan peradaban Islam maju pada saat itu karena kemajuan literasinya, pasti rasanya tertampar sekali untuk memaksa diri agar menulis. Nah judul tulisan blog ini sebenarnya adalah judul kajian online bersama Muhammad Kamal Ihsan, Lc atau yang biasa dikenal dengan Hangka. Beliau adalah mahasiswa pascasarjana Universitas Al-Azhar Mesir, dan juga seorang penulis buku yang berjudul "5 Titik 1 Koma" dan "1/4 Nanti dan Kembali". Insya Allah saya akan membagikan beberapa poin penting yang beliau sampaikan dalam rangka membangun semangat kita dalam menulis. Enjoy :)
"First"
Katakan, pada diri sendiri; penulis yang baik adalah ia yang berani memulai kemudian berani mengakhiri. Tidak pernah ada penulis yang gagal kok, yang ada hanya penulis yg kurang bertanggung jawab terhadap dirinya dan tulisannya sendiri. Maka dari malam ini kita punya tekad, terhadap apa yang kita tulis, akan kita tuntaskan, akan kita selesaikan.
Berani?
Pernah ngga, mulai nulis; tiba2 kepikiran, "Ini bagus ngga ya,"
"Ini pas ngga alurnya,"
"Ini nyambungg ngga sih, ah sudahlah! Berhenti aja."
Hal kaya gini lumrah banget ada pada penulis.
Hampir semua penulis malahan merasakan ini. Tapi ada yang membedakannya kok, antara ia yang gagal dalam tulisannya dan ia yang berhasil dalam tulisannya. Ia yang berhasil terkdang menang dlam bersikap dan menyikapi, ia yang gagal cenderung salah menisbahkan motivasi. Penulis yang berhasil adalah penulis yang berhasil mengakhiri apa yang telah ia mulai, sejelek apapun itu, serancu apapun itu. Selama tulisan itu bisa kita akhiri, kita telah berhasil. Berhasil untuk mulai mengeja hikmah dan evaluasi untuk jadi lebih baik lagi kedepannya.
Lalu apa aja yang perlu kita lakukan?
Sering banget muncul pertanyaan;
Apa yang harus dimiliki agar kita sanggup menulis?
Pertanyaan ini sebenarnya tidak mudah dijawab. Sebagian orang mengatakan bahwa kemampuan seseorang dalam menulis sangat dipengaruhi oleh mood. Kalau lagi mood maka seseorang akan dengan mudah menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan. Jika tidak mood maka kita akan kesulitan dalam menulis. tidak mood maka kita akan kesulitan dalam menulis.
Benarkah demikian? Jangan terlalu terkurung oleh mood. Saya teringat kata-kata Mohammad Fauzil Adhim dalam bukunya Inspiring Words for Writers. “Banyak orang menunggu mood untuk menulis. Sementara bagi sebagian lainnya, mood untuk menulis muncul karena keinginan untuk menyampaikan ilmu dan kebenaran”. Artinya, seorang penulis semestinya tidak tergantung oleh mood ketika menulis. Kalau bukan mood yang menggerakkan seorang penulis maka keinginanlah yang sebenarnya menggerakkan.
Kamu ingin membangkitkan keinginanmu maka bangkitkan pula
komitmenmu.
Komitmen pada apa? Komitmen pada kebenaran terhadap gagasanmu. Mulailah membuka mata terhadap lingkungan. Ada banyak permasalahan dan fenomena di sekeliling kita yang akan memantik ide dan gagasan. Misalnya fenomena COVID-19 yang saat ini sedang melanda dunia. Begitu kita memiliki komitmen terhadap permasalahan, ide kita akan mengalir deras. Komitmen itu akan melahirkan kepeduliaan dan rasa saling berbagi terhadap sesama. Itu yang biasa saya sebut 'ketuk hati terdalam, lalu lihat sedalam apa semesta akan mengetuk rasa peduli kita terhadap semesta'.
Selama kalian tahu, ada banyak banget hal di sekeliling kita yang bisa jadi sumber inspirasi, tapi berhubung kitanya cuek dan terlalu apatis, makanya kelewat gitu aja idenya.
Sebelum menulis, hal yang menurut kk paling penting kita miliki lagi adalah motivasi.
Motivasi dan visi memang mendapat perhatian sangat besar. Jika kamu orang yang memiliki motivasi sangat tinggi, tidak ada yang tidak mungkin untuk kamu pelajari, tidak ada yang tidak mungkin untuk kamu kuasai.
Jika kita penuh motivasi maka kita akan cenderung memiliki percaya diri dan efikasi diri tinggi. Apakah efikasi diri itu? Secara sederhana, efikasi diri merujuk pada keadaan ketika seseorang memiliki keyakinan yang sangat kuat untuk dapat menguasai sesuatu dengan baik melalui proses belajar, meskipun saat ini ia belum menguasai. “Jika saya belajar dengan sungguh-sungguh untuk dapat menulis, insya Allah, saya akan dapat menguasainya dengan baik.” Inilah keyakinan yang apabila ada pada diri kita akan membuat kita sangat bergairah mempelajari segala sesuatu yang menarik perhatian, termasuk menulis.
Maka sebelum kita lebih jauh belajar hari ini, sama-sama kita tanyakan,
Mood atau keinginan?
Komitmen atau tuntutan?
Pelarian atau kesenangan?
Setelah kita mulai serius untuk benar-benar menulis secara profesional.
Maka ingat!
Menulis bukan sekedar bermain kata-kata. Menulis merupakan proses untuk menuangkan gagasan dan gagasan lahir dari pengetahuan. Sesungguhnya pengetahuan melahirkan keteraturan berbahasa, sedangkan kuatnya tujuan dan komitmen membangkitkan ketajaman kata. Jadi, agar tulisan kita mengalir, kita perlu memperkaya pengetahuan. Jika kita tidak memiliki pengetahuan lalu apa yang akan dituliskan? Kita perhatikan tulisan mahasiswa fakultas ekonomi berikut ini.
Pemerintah menghadapi masalah dalam pemilu tahun ini. Banyak kader partai politik menyalahi aturan kampanye, terutama partai-partai besar. Mereka menganggap dirinya berkuasa sehingga menimbulkan banyak kerusuhan. Sementara itu uang-uang palsu mulai beredar di pasaran. Banyak pedagang kecil di pasar menerima uang palsu sebagai alat tukar pembelian. Mereka kebanyakan orang-orang polos dan sulit membedakan uang kertas asli dan yang palsu.
Ambigu bukan?
Pembaca akan kesusahan untuk menangkap isi tulisan di atas. Tidak jelas apa yang sebenarnya akan disampaikan. Kenapa bisa terjadi? Kurangnya pengetahuan membuat ide kita kurang mengalir dan cenderung berbelit-belit. Masih ingat apa yang diajarkan guru kita ketika pelajaran menulis. Kebanyakan guru-guru menulis menyodorkan sejumlah tema klise; berkunjung ke rumah nenek, bertamasya ke kebun binatang, dan sebagainya. Apa yang terjadi pada siswa yang tinggak serumah dengen neneknya? Apa yang terjadi pada siswa yang tidak tidak pernah bertamasya ke kebun binatang? Tentu mereka akan kesulitan untuk menuliskan tema-tema di atas. Kenapa? Mereka tidak memiliki pengetahuan tentang tema-tema tersebut.
So then,
Apa yang harus dipelajari. Pertama, ilmu-ilmu yang terkait dengan bidang yang akan ditulis. Ilmu-ilmu tersebut dapat diperoleh melalui membaca. Oleh karena itu, setiap penulis haruslah pembaca yang hebat. Kedua, ilmu-ilmu tentang menulis. Kalau ingin tulisan kita terdiri dari kalimat-kalimat yang kuat maka kita perlu belajar cara menyusun kalimat yang baik. Agar tulisan kita tersusun secara sederhana dan berbobot maka kita perlu belajar logika bahasa.
Jadi satu-satunya cara untuk menambah pengetahuan adalah dengan membaca atau secara langsung terjun menyentuh pengalaman tersebut.
Jadi kita sama-sama nanya nih, kita pengen jadi penulis yang bagus, udah jadi pembaca yang bagus belum?
Membaca dan menulis merupakan 'sahabat' dekat yg tidak bisa dilepaskan. Keduanya harus berjalan seiringan, tidak satu persatu. Artinya, hanya membaca tetapi tidak mau menulis, atau menulis terus tetapi tidak mau membaca, maka tidak elok kelihatannya. Jika seseorang hanya menulis, tetapi tidak mau membaca, yakinlah tulisannya hanya semacam pesan kosong atau sebuah igauan di tengah hari bolong. Jadi, jika kita simpulkan, bahwa orang yang ingin menjadi penulis hebat, harus pula menjadi pembaca yang hebat, dan begitu sebaliknya. Keduanya saling berkesinambungan dan bisa dipisahkan.
1. LANGKAH PERTAMA
Cari dan temukan idemu dan jadilah PENCARI SEJATI!
Dalam artian seperti ini, hal pertama yang harus kita selesaikan sebelum membuat karya adalah selesai dengan ide, konsep, dan gagasan itu sendiri. Apa yang ingin kita sampaikan kepada orang lain? Apa yang ingin kita tinggalkan di hati pembaca sebagai kesan bagi mereka? Apa manfaatnya bagi kita (AMBAK) dan apa manfaatnya bagi orang di sekitar kita? Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk ditanyakan pada diri kita sendiri.
Kemudian, ide itu bisa kita dapatkan dari mana saja, dari siapa saja, dan bagaimana pun bentuknya. Ia tidak perlu baru, kita bisa memodifikasi dengan metode ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) karya-karya yang sudah ada, lalu kita kemas dengan bentuk yang berbeda dan lebih spesial. Ingat meniru boleh asal jangan PLAGIAT
Dari mana dapat ide?
1. Dari baca buku, koran, komik
2. Baca artikel, opini, karya ilmiah
3. Nonton film, youtube, atau televisi
4. Ngobrol dengan keluarga, teman
5. Status - status di medsos
6. Peristiwa dan fenomena di sekitar kita
7. Kitab Suci (Al-Quran, injil dll)
8. Pepatah, peribahasa, syair lama
9. Pengajian, tausyiah, ceramah agama
10. Dan sebagainya.
Apapun yang ada di sekitar kita, jangan biarkan lewat begitu saja. Bawalah selalu catatan, agar kita bisa mencatatnya. Saat ada waktu, bisa ditulis dengan serius.
Idenya macam-macam; motivasi, pendidikan, remaja, romantika, bakti kepada orang tua, kerja keras, kesabaran, dan sebagainya.
Maka hal pertama yang harus dilakukan adalah, temukan idemu.
2. LANGKAH KEDUA
Tentukan FASHION kita!
Tentukan mau menulis tulisan jenis apa? Jenis Fiksi atau non-fiksi?
Karena pada prosesnya, pendekatan dua buah jenis karya tulis ini jauh berbeda lo proses pembuatannya pun juga jauh berbeda menurut kaka, mulai dari pembuata draf dan outlinenya, hingga hal-hal mendasar lainnya juga tentu berbeda.
Kalau Fiksi, tulisan berbentuk cerita, ada narasi, tokoh, alur cerita, konflik, kisah hidup. Bisa berbentuk cerita pendek, novel, puisi, komik.
Kalau maunya fiksi, saran kaka lebih baik konsentrasi dalam bentuk novel. Karena yang diminati penerbit dan pembaca adalah novel.
Sedangkan NON FIKSI bentuknya lebih banyak pemikiran, karya-karya ilmiah, bukan berbentuk karangan atau cerita.
3. LANGKAH KETIGA
MENCIPTAKAN OUTLINE
(Daftar Isi) sebaik dan senyaman mungkin, dan PEMETAANnya harus matang.
Kalau seandainya kita menulis tanpa ada plan atau rencana di awal, kaka yakin di pertengahan jalan kita akan stagnan atau mengalami writing block. Kita akan kebingungan untuk meneruskan atau mengakhiri apa yang kita tulis.
Tulisan tanpa outline, akan menjadikan kita seperi mayat hidup yang ngga tau mau kemana.
Buatlah daftar isi, tidak harus sempurna, namun setidaknya memberikan gambaran besar isi buku kita. Sekali lagi, dengan adanya daftar isi, akan memudahkan kita dalam menuliskan isi buku.
Daftar isi yang paling dasar adalah 5W dan 1H. What (apa), Why (mengapa), Where (di mana) who (siapa aktornya), dan When (di mana), ditambah 1H, yaitu How (Bagaimana).
Biasanya, kalau untuk tulisan non fiksi, yang paling penting adalah What, Why, dan How.
Misalnya kita ingin menulis tema tentang "COVID-19". Kita mulai dari What.
WHAT
1. Apa itu kerja COVID-19?
2. Dari mana datangya?
3. Dalam kondisi apa mudah terserang COVID-19?
WHY
1. Mengapa COVID 19 berbahaya?
2. Mengapa COVID 19 penularannya begitu cepaf?
3. Mengapa belum ada penawar untuk virus ini?
HOW
1. Bagaimana COVID 19 mampu melumpuhkan dunia?
2. Bagaimana respon, sikap, dan tindakan para medis, pemerintah, dan masyarakat terhadap COVID 19?
Dan sebagainya.
Itu daftar isi untuk tulisan non fiksi.
Nah, kalau untuk FIKSI beda lagi
Menulis novel itu sedikit berbeda dengan menulis puisi, cerpen, atau yang lainnya.
Penulis novel itu mata hati, mata rasa, dan mata cakrawala ilmunya dituntut untuk jauh lebih tajam dan dalam.
Orang yang menulis novel hatinya harus lebih halus dan fleksible dalam meraskan segala bentuk perasaan. Rasa dan instingya harus lebih peka dalam menokohkan penokohan kepada karakter yang dihidupkannya. Dan juga tentu cakrawala pengetahuannya lebih luas, karena penulis novel akan menjalani sebuah skenario perjalanan yang terkadang ia sendiri tak tahu, apa yang akan terjadi selanjutnya dalam cerita yang digoreskannya.
Sebelum kita masuk dalam pembhasan lebih jauh.
Coba coretkan dalam Lima menit saja sebuah deskripsi tentang sebuah keadaan.
Keadaannya seperti ini.
Ruangan.
Penculikan.
Takut.
Kemampuan dan nalar kita dalam menggali segala unsur cerita bisa tergambar di sini.
Silahkan mulai!
Entah disebut apa tempat itu. Ruangan itu hanya sepetak. Jendela dan ventilasinya tertutup rapat. Pengap, bau, dan gelap. Barang-barang berantakan, berhamburan seperti kapal pecah. Lampu redup di tengah ruangan itu sengaja dinyalakan. Memantulkan bayangan dua orang lelaki yang terduduk lemas. Tubuh mereka lebih mirip kayu lapuk, pasrah, benar-benar tidak berdaya. Dua tangan mereka terikat, mulutnya tersumbat sobekan kain lap yang berdebu. Di depan mereka, seorang lelaki tegap memikul senapan type A-40 sembari menodongkan senapannya ke arah dua orang lelaki yang disanderanya. Dua orang yang terikat itu berusaha memberontak, melawan dengan sekuat tenaga. Namun setelah perlawanan sia-sia itu, satu pukulan dengan gagang senjata bersarang tepat dipelipis salah satu dari tawanan
Dari sebuah pintu reyot, masuk lah seorang lelaki lain dengan perawakan tubuh tidak terlalu tinggi masuk. Mukanya berbeda dengan lelaki Mesir tadi. Tampaknya laki-laki barusan bukan keturunan Mesir. Guratan wajahnya lebih mirip seperti dua tawanan tersebut.
Ini contoh narasi pembuka😁, lalu gimana bikin outline fiksi, Ka?
Bagaimana Daftar Isi untuk tulisan fiksi?
Pertama, kita ciptakan tokohnya siapa saja dan bagaimana sifat mereka. TOKOH dan PENOKOHAN
1. Si A
2. Si B
3. Si C
4. Si D
5. Si E
Dan seterusnya. Ini penting banget, karena alur, konflik, setting cerita akan ditentukan dari tokoh-tokoh ini.
Ceritakan setiap tokoh dengan sifatnya yang mendetail. Usahakan semua tokoh mempunyai keunikan, kalau bisa dengan sifat yang berbeda. Dengan demikian, konfliknya akan mudah diciptakan.
Kedua, buat narasi sebaik mungkin yang akan menggiring dan mengawali cerita, lalu TENTUKAN KONFLIK apa yang ingin kita ciptakan di dalamnya.
1. Pengenalan tokoh
2. Penggiring Konflik
3. Konflik 1
4. Konflik 2
5. .....
6.....
7....
8....
9....
10. Puncak konflik
11. Penyelesaian konflik
12. Akhir dari konflik
Kalau di fiksi, gambar besarnya cuma ada di dua bagian besar ini.
Bagaimana Menjabarkan ide Menjadi Daftar Isi?
Banyak caranya.
1. Bisa langsung membuat daftar isinya. Kalau sudah terbiasa, akan menjadi mudah membuat gambar besar buku.
2. Dengan bantuan peta pikiran (mindmap). Peta pikiran adalah gambar besar bagaimana sebuah tulisan akan dibuat.
Cara membuat mind map.
1. Tulis tema atau judul di tengah kertas kosong. Buat lingkaran.
2. Buatlah cabang-cabang dari tema tersebut. Cabang-cabang ini merupakan penjabaran dari 5W dan 1H seperti penjelasan di atas.
3. Jika ada penjelasan, buatlah penjelasan dari cabang-cabang itu dalam bentuk poin-poin kecil.
Ini contoh mindmap :)
4. LANGKAH KEEMPAT
Buatlah JADWAL PENULISAN dari setiap bab dalam daftar isi. INI PENTING! PENTING! PENTING
Kalau dalam daftar isi ada 30 Bab, setiap BAB dibuatkan jadwal kapan akan dituliskan.
Misalnya setiap BAB kita targetkan untuk selesai dalam 1 Minggu. Maka, lihatlah kalender, setiap artikel kita jadwalkan penulisannya sesuai dengan jadwal sesungguhnya di kalender.
Contoh:
1. BAB 1: 1-7 Januari
2. BAB 2: 8-15 Januari
3. BAB 3: 16-23 Januari
4. BAB 4: 24-30 Januari
5. BAB 5: 1-7 Februari
6. BAB 6: 8-15 Februari
7.
8.
9.
10.
11. Dan seterusnya.
Begitu seterusnya sampai selesai seluruh BAB. Adanya jadwal inilah yang sekaligus menjadi target kapan penulisan buku akan selesai.
Jadwal inilah kunci kesuksesan penulisan buku.
Banyak orang hanya punya impian, tetapi tidak mewujudkannya dalam action nyata. Membuat jadwal adalah awal yang sangat bagus.
5. LANGKAH KELIMA
CARI MENTOR , PEMBIMBING yang cocok dengan kita, lalu dengan arahan dari MENTOR mulailah menulis sesuai jadwal. Mentor yang dipilih adalah mentor yang lebih berpengalaman dalam dunia tulis menulis daripada kita loh ya.
Kenapa harus punya mentor?
Ibaratkan seperti ini, pernah naik gunung? Semisalkan gunung2 tinggi seperti gunung Rinjani?
Apa ada yang mendaki ke sana sendirian ? Ada. Selamat sampai kembali? Jarang. Jika kita ibaratkan mendaki gunung, mentor kita inilah yang akan menunjukkan kita, ke mana kita harus melangkah. Agar kita tidak salah arah.
Upayakan agar apa yang kita kerjakan sesuai dengan jadwal yang sudah kita buat. Ingat, buat hukuman2 kalau kita melanggar.
1. Menulis sesuai target. Kalau satu artikel meleset atau mundur jadwalnya, harus ditutupi dengan lebih cepat menyelesaikan jadwal berikutnya. Sehingga jadwal awal tetap terjaga.
2. Jangan menunggu satu artikel sampai sempurna. Tulisan awal adalah draft. Jadi revisinya nanti kalau semua artikel sudah selesai. Kalau terpaku satu artikel harus sempurna, tidak akan pernah selesai.
3. Kalau ada informasi belum lengkap, teruskan saja. Kasih tanda bahwa nanti harus dilengkapi, misalnya dikasih warna merah ataupun digarisbawah merah.
6. LANGKAH KEENAM
Revisi Tulisan.
Revisi tulisan dilakukan setelah semua artikel selesai ditulis. Apa saja yang direvisi?
1. Tata Bahasa, ejaan baku, Ejaan Yang Benar. Penulisan tata bahasa harus benar, gunakanlah pedoman penulisan yang benar.
2. Data dan informasi yang kurang. Inilah saatnya melengkapi data-data yang kurang.
3. Keselarasan antara satu paragraf dengan paragraf lain, juga antara satu artikel dengan artikel lain.
4. Gaya bahasa disesuaikan dengan target pembaca. Kalau target pembaca orang tua, menggunakan bahasa orang tua. Kalau target pembaca adalah remaja, gaya bahasanya untuk remaja.
7. LANGKAH KETUJUH
Serahkan kepada penerbit. Beberapa persyaratan umum dari penerbit, di antaranya:
1. Tulislah naskah buku yang dibutuhkan banyak orang.
2. Naskah sudah harus selesai.
3. Dipriint dan dijilid, dikirimkan via pos atau langsung datang ke penerbit. Sertakan soft file dalam bentuk CD atau Flash Disk.
4. Penerbit akan mengevaluasi sekitar 1-3 bulan apakah naskah diterima atau tidak.
5. Jangan mengirimkan satu naskah kepada lebih dari satu penerbit. Kirim dulu ke satu penerbit, tunggu jawabannya apakah naskah diterima atau ditolak, baru bisa dikirim ke penerbit lain.
6. Kalau naskah diterima, akan dipertemukan dengan editor yang tugasnya mengedit naskah kita.
7. Selesai editing, proses selanjutnya adalah layout dan design.
8. Kalau design sudah disetujui semua, baru masuk proses percetakan.
9. Tahap terakhir adalah distribusi ke toko-toko buku.
10. Penulis mendapatkan royalti 10% dari harga buku. Royalti dibayarkan sesuai buku yang terjual. Biasanya penulis mendapatkan royalti setiap 6 bulan sekali.
8. LANGKAH KEDELAPAN
Bantu dengan mempromosikan buku karya kita.
Beberapa hal bisa dilakukan:
1. Promosi di Media Sosial (FB, IG, Twitter, WA, YouTube)
2. Bedah buku, seminar, dan pelatihan.
3. Membawa buku di setiap kegiatan.
4. Selalu Produktif Menulis.
Semoga bermanfaat :)